Cek Fakta
    Facebook Twitter Instagram
    Cek Fakta
    • Playbook
    • Tentang Kami
    • Media
    • Kontak
    • Prebunking
    • LMS
    • FAQ
    Facebook Twitter Instagram Youtube
    Wednesday, July 9
    • Playbook
    • Tentang Kami
    • Media
    • Kontak
    • Prebunking
    • LMS
    • FAQ
    Facebook Twitter Instagram Youtube
    CekFakta
    Banner
    • Home
    • Terbaru
    • Kegiatan
    • Debat Pilpres 2024
    • Pilkada 2024
    • Hasil Riset
      • Penelitian
      • Buku
      • Modul Ajar
      • Policy Brief
    CekFakta
    You are at:Home»CekFakta»Keliru, Klaim soal Pendidikan Tinggi adalah Tersier dan Tidak Wajib
    CekFakta

    Keliru, Klaim soal Pendidikan Tinggi adalah Tersier dan Tidak Wajib

    Jane DoePublish date2024-06-14
    Tempo
    Share
    Facebook

    Berita



    Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie menyebutkan bahwa pendidikan tinggi bukanlah wajib belajar sehingga pemerintah memerlukan bantuan dari masyarakat dalam bentuk dana. 

    “Tetapi dari sisi yang lain, kita bisa melihat bahwa pendidikan ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Maka pendanaan pemerintah lebih difokuskan untuk membantu program pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Pemerintah masih memerlukan bantuan dana untuk bergotong royong memajukan Indonesia melalui penghasilan sumber daya manusia unggul dari perguruan tinggi. Mau tidak mau diperlukan peran serta masyarakat," ujarnya di Kantor Kemendikbud Ristek, Jakarta Selatan, pada 15 Mei 2024.

    Benarkah klaim pejabat Kemendikbudristek soal pendidikan tinggi tidak wajib bagi masyarakat?

    HASIL CEK FAKTA



    Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Yogyakarta, Nur Azizah mengingatkan perbedaan kata tersier yang disebutkan Prof. Tjitjik yang mengikuti kata “pendidikan” dengan kata tersier yang mengikuti kata “kebutuhan”. Ia menilai, istilah tertiary education memiliki makna yang berbeda dengan tertiary needs (kebutuhan tersier).

    Kata ‘tertiary’ pada ‘education’ bermakna education at the college or university level (pendidikan pada tingkat perguruan tinggi atau universitas), sedangkan ‘tertiary needs’ bermakna fulfilling luxury goods with the aim of fulfilling personal pleasure (pemenuhan barang mewah dengan tujuan memenuhi kesenangan pribadi).

    “Dalam hierarki pendidikan di Indonesia, pendidikan tinggi memang merupakan jenjang paling tinggi. Tapi pendidikan tersier tidak sama artinya dengan pendidikan mewah. Sebaliknya, kebutuhan tersier tidak bisa dikaitkan dengan pendidikan tinggi,” ujar Nur.

    Sementara itu, Dosen Ilmu Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Parepare, Andi Hasdiansyah menyoroti istilah Prof Tjitjik bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education, tidak pas. “Sampai saat ini, tidak ada aturan terkait status pendidikan tinggi sebagai tertiary education,” tegasnya. 

    Bahkan, Abdul Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, menyebutkan bahwa pendidikan di Indonesia adalah kebutuhan publik. Alasannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus hadir dan harus banyak.

    Andi menegaskan, meletakkan pendidikan tinggi dalam posisi tersier adalah salah kaprah mengingat bahwa salah satu tujuan negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. “Jika negara hanya bertanggung jawab hingga 13 tahun (setara SD sampai SMP), maka bagaimana kita menghadapi tantangan dan perubahan ke depan?” tanyanya.

    Dilansir Tempo, pernyataan Prof Tjitjik soal pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier semakin menegaskan pemerintah lepas tangan dalam soal pembiayaan. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pun menilai, jangankan pendidikan tinggi yang tersier. Pembiayaan pendidikan dasar dan menengah juga masih belum optimal. Buktinya, pembiayaan pendidikan dasar dan menengah hanya dilakukan dengan skema bantuan (BOS), bukan pembiayaan penuh. Akibatnya, ditemukan jumlah anak tidak sekolah (ATS) yang masih menggunung.

    Koordinator Nasional, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, faktor utama penyebab ATS soal ekonomi atau kemampuan untuk membayar biaya sekolah. Berdasarkan data BPS 2023, ATS masih ditemukan di tiap jenjang, dengan rincian SD (0,67 persen), SMP (6,93 persen), dan SMA/SMK (21,61 persen). 

    Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan data BPS pada Maret 2023, hanya ada 10,15 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Akses yang masih sangat kecil ini karena biaya yang mahal. Ini akan semakin memperparah situasi jika pemerintah menganggap pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier.

    KESIMPULAN



    Pernyataan Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie bahwa pendidikan tinggi merupakan tertiary education dan bukan wajib belajar sehingga pemerintah memerlukan bantuan dari masyarakat dalam bentuk dana, adalah keliru.

    Istilah tertiary education memiliki makna yang berbeda dengan tertiary needs (kebutuhan tersier). Meletakkan pendidikan tinggi dalam posisi tersier adalah salah kaprah mengingat bahwa salah satu tujuan negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

    Faktanya, berdasarkan data BPS pada Maret 2023, hanya ada 10,15 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Akses yang masih sangat kecil ini dikarenakan biaya yang mahal.

    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email

    Rujukan

    https://www.kompas.com/edu/read/2024/05/16/163742671/soal-ukt-mahal-kemendikbud-pendidikan-tinggi-bersifat-tersier-tidak-wajib

    https://www.merriam-webster.com/dictionary/tertiary%20education

    https://www.bfi.co.id/en/blog/kebutuhan-primer-dan-kebutuhan-lainnya

    https://news.detik.com/berita/d-7351107/dpr-cecar-soal-pendidikan-tinggi-tertiary-education-ini-kata-kemendikbud

    https://nasional.kompas.com/read/2022/05/20/04000001/negara-tujuan-dan-fungsinya

    https://nasional.tempo.co/read/1868867/jppi-pernyataan-kemendikbud-pendidikan-tinggi-tertiary-education-menciutkan-mimpi-anak-bangsa-untuk-kuliah

    https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id

    Publish date : 2024-06-14

    Update Terbaru

    Sidebar Ad
    Update Terbaru
    About
    About

    CekFakta.com adalah sebuah sebuah proyek kolaboratif pengecekan fakta yang diinisiasi Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia).

    Kolaborasi ini diluncurkan di ‘Trusted Media Summit 2018’ pada Sabtu, 5 Mei 2018 di Jakarta dengan melibatkan puluhan media online di Indonesia serta jejaring ratusan pemeriksa fakta di seluruh Indonesia.

    Facebook Twitter Instagram YouTube
    Informasi
    • Cekfakta.com
    • info@cekfakta.com
    • Whatsapp di 082176503669
    Copyright © 2023. Designed by Cek Fakta.
    • About
    • LMS
    • Contact

    Type Pencarian Judul Enter to search. Press Esc to cancel.