Berita
SEBUAH video beredar di Instagram [arsip] dengan klaim bahwa TNI menembak warga Asmat, Papua, hingga tewas. Video itu memperlihatkan sejumlah warga meratapi sosok seorang pemuda Asmat yang terbaring di atas lantai.
Informasi dalam video itu menyebut pemuda Asmat yang ditembak TNI itu bernama Irenius Baotaipota, 21 tahun, dari Distrik Safan, Kampung Simsagar. Ia tewas ditembak anggota TNI dari Satuan Tugas (Satgas) Yonif 123/Rajawali yang bertugas di Asmat. Peristiwa ini terjadi pada Sabtu, 27 September 2025.
Benarkah video yang beredar itu adalah pemuda suku Asmat bernama Irenius Baotaipota, yang ditembak TNI?
Informasi dalam video itu menyebut pemuda Asmat yang ditembak TNI itu bernama Irenius Baotaipota, 21 tahun, dari Distrik Safan, Kampung Simsagar. Ia tewas ditembak anggota TNI dari Satuan Tugas (Satgas) Yonif 123/Rajawali yang bertugas di Asmat. Peristiwa ini terjadi pada Sabtu, 27 September 2025.
Benarkah video yang beredar itu adalah pemuda suku Asmat bernama Irenius Baotaipota, yang ditembak TNI?
HASIL CEK FAKTA
Tempo memverifikasi konten tersebut dengan pencarian gambar terbalik dan mewawancarai lembaga pemantau hak asasi manusia. Hasilnya, pria dalam video itu merupakan korban penembakan aparat TNI di Asmat.
Menggunakan Google Reverse Image, video reels serupa diunggah oleh warga Papua Beny Pakage di Facebook pada 28 September 2025. Ia menulis bahwa tewasnya pemuda Asmat itu terjadi sehari sebelumnya pada 27 September.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, membenarkan informasi dalam video itu. “Iya, betul,” ujarnya kepada Tempo melalui aplikasi perpesanan, Selasa, 14 Oktober 2025.
Berdasarkan catatan Amnesty International, peristiwa penembakan itu terjadi pada Sabtu, 27 September 2025 dan menewaskan Irenius Baotaipota, 21 tahun. Anggota Satgas Yonif 123/Rajawali di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan diduga menjadi pelaku penembakan tersebut.
Tak hanya merenggut satu nyawa, penembakan tersebut juga melukai tiga warga lainnya, yaitu Petrus Bakas, Gerfas Yaha, dan seorang anak di bawah umur, Erik Amiyaram.
Peristiwa itu kemudian memicu amarah warga yang menuntut pertanggungjawaban, hingga berujung pembakaran pos TNI di Asmat. Sejumlah media kredibel seperti Kompas TV, BBC Indonesia, dan Kumparan turut memberitakannya.
Peristiwa tragis ini, kata Usman, semakin menegaskan pendekatan keamanan bersenjata di Tanah Papua terus memunculkan korban dari kalangan warga sipil yang tak bersalah. Ia mengingatkan bahwa dari perspektif HAM, setiap orang berhak atas hidup dan perlakuan yang manusiawi.
“Tidak ada alasan yang dapat membenarkan tindakan kekerasan oleh aparat negara terhadap warga sipil,” katanya.
Usman mendesak adanya penyelidikan independen yang transparan dan imparsial untuk mengungkap kebenaran serta menuntut pertanggungjawaban hukum bagi pelaku dan komandannya. Sebab, tragedi ini juga seharusnya menjadi peringatan bagi negara, terutama pemerintah dan TNI, untuk mengevaluasi kembali penempatan pasukan non-organik di wilayah sipil Papua.
“Tidak cukup hanya melibatkan tim internal TNI, namun juga lembaga negara lainnya seperti Komnas HAM dan lembaga-lembaga terkait lainnya,” ujarnya.
Senada dengan Amnesty International, Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto segera memproses hukum anggotanya yang telah menyalahgunakan tugas dan kewenangan. Koalisi sejumlah organisasi hak asasi manusia itu meyakini, tindakan anggota Satgas Yonif 123/Rajawali itu termasuk pelanggaran HAM dan menyalahgunakan senjata api.
Dilansir dari Tempo, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Infanteri Candra Kurniawan berdalih bahwa kejadian ini berawal saat Prajurit TNI dari Satgas 123/Rajawali berupaya menenangkan warga setempat yang mabuk.
Versi Candra, prajurit itu menilai orang mabuk itu membahayakan masyarakat, bahkan menyebabkan dua warga lainnya terluka. Kemudian prajurit terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan, namun menyebabkan 1 orang masyarakat meninggal dunia.
Polisi Militer dari Kodam XVII/Cenderawasih mengklaim tengah mendalami peristiwa penembakan oleh prajurit TNI itu.
"Saat ini peristiwa tersebut sedang didalami oleh penyidik polisi militer," ujar Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Freddy Ardianzah sebagaimana diberitakan Tempo, Selasa, 30 September 2025.
Menggunakan Google Reverse Image, video reels serupa diunggah oleh warga Papua Beny Pakage di Facebook pada 28 September 2025. Ia menulis bahwa tewasnya pemuda Asmat itu terjadi sehari sebelumnya pada 27 September.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, membenarkan informasi dalam video itu. “Iya, betul,” ujarnya kepada Tempo melalui aplikasi perpesanan, Selasa, 14 Oktober 2025.
Berdasarkan catatan Amnesty International, peristiwa penembakan itu terjadi pada Sabtu, 27 September 2025 dan menewaskan Irenius Baotaipota, 21 tahun. Anggota Satgas Yonif 123/Rajawali di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan diduga menjadi pelaku penembakan tersebut.
Tak hanya merenggut satu nyawa, penembakan tersebut juga melukai tiga warga lainnya, yaitu Petrus Bakas, Gerfas Yaha, dan seorang anak di bawah umur, Erik Amiyaram.
Peristiwa itu kemudian memicu amarah warga yang menuntut pertanggungjawaban, hingga berujung pembakaran pos TNI di Asmat. Sejumlah media kredibel seperti Kompas TV, BBC Indonesia, dan Kumparan turut memberitakannya.
Peristiwa tragis ini, kata Usman, semakin menegaskan pendekatan keamanan bersenjata di Tanah Papua terus memunculkan korban dari kalangan warga sipil yang tak bersalah. Ia mengingatkan bahwa dari perspektif HAM, setiap orang berhak atas hidup dan perlakuan yang manusiawi.
“Tidak ada alasan yang dapat membenarkan tindakan kekerasan oleh aparat negara terhadap warga sipil,” katanya.
Usman mendesak adanya penyelidikan independen yang transparan dan imparsial untuk mengungkap kebenaran serta menuntut pertanggungjawaban hukum bagi pelaku dan komandannya. Sebab, tragedi ini juga seharusnya menjadi peringatan bagi negara, terutama pemerintah dan TNI, untuk mengevaluasi kembali penempatan pasukan non-organik di wilayah sipil Papua.
“Tidak cukup hanya melibatkan tim internal TNI, namun juga lembaga negara lainnya seperti Komnas HAM dan lembaga-lembaga terkait lainnya,” ujarnya.
Senada dengan Amnesty International, Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto segera memproses hukum anggotanya yang telah menyalahgunakan tugas dan kewenangan. Koalisi sejumlah organisasi hak asasi manusia itu meyakini, tindakan anggota Satgas Yonif 123/Rajawali itu termasuk pelanggaran HAM dan menyalahgunakan senjata api.
Dilansir dari Tempo, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Infanteri Candra Kurniawan berdalih bahwa kejadian ini berawal saat Prajurit TNI dari Satgas 123/Rajawali berupaya menenangkan warga setempat yang mabuk.
Versi Candra, prajurit itu menilai orang mabuk itu membahayakan masyarakat, bahkan menyebabkan dua warga lainnya terluka. Kemudian prajurit terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan, namun menyebabkan 1 orang masyarakat meninggal dunia.
Polisi Militer dari Kodam XVII/Cenderawasih mengklaim tengah mendalami peristiwa penembakan oleh prajurit TNI itu.
"Saat ini peristiwa tersebut sedang didalami oleh penyidik polisi militer," ujar Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Freddy Ardianzah sebagaimana diberitakan Tempo, Selasa, 30 September 2025.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelusuran Tempo, video dengan klaim bahwa pemuda suku Asmat bernama Irenius Baotaipota meninggal akibat ditembak TNI adalah benar.
Rujukan
https://www.instagram.com/reel/DPH-GvwE1Qo
https://web.facebook.com/reel/692309429877230
https://www.youtube.com/shorts/n5ynK5fDI9I
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cj4y049dj1vo
Publish date : 2025-10-16

